Berduka Untuk Indonesia
Indonesia dalam duka
Pertiwi merana oleh dunia yang berubah asing
Bukan gotong royong yang digotong
Tapi materialisme dalam bingkai keacuhan
Kesopanan sudah luntur tergilas budaya
Serpihan serpihan tradisionalis menepi ke tepi jurang
Bukan Indonesia yang kubaca dalam buku sejarah
Ini adalah Indonesia di dalam buku kehidupan
Maling maling ayam dibakar seperti sate
Tikus - tikus berdasi didengungkan namanya
Bahkan ketika penjara telah menjadi tempat bersemayam
Di luar penjara masih menghamba pada uang haramnya
Perempuan tertawa memamerkan kecantikan
Sisanya untuk para suami yang lelah diperkerjakan
Wanita tak tahu lagi arti malu
karena dunia mulai kehilangan harga dirinya
Pemuda dan pemudi mengobral cinta
Lewat rangkaian huruf pendek di kotak berkaca
Lewat dinding rintihan di dunia maya
Tiada lagi malu, karena memang dunia sudah kehilangan harga dirinya
Kebebasan terlindungi dengan HAM
Undang - undang menjadi pelindung para penjahat
Namun tak cukup menghilangkan lara para korban
lalu kau sebut itu Hak Asasi Manusia
Nasionalisme kau sebut kafir
Lalu menuhankan golongan kau sebut jihad
Nyawat kau sebut pengorbanan
Lalu, kau sebut dirimu sendiri?
Pertiwi terus berduka
Melihat anak bangsa yang terluka di perang saudara
Seperti inikah wujud harapan para pendiri bangsa
Yang mati untuk kemerdekaan kita?
Lalu,
Akankah untuk seks bebas Patimura mati?
Apakah untuk gaya liberalisme sehingga Diponegoro merana?
Inikah hasil perjuangan mereka?
Sungguh,
Bagaimana para pendiri negara ini menangis
Kemerdekaan yang mereka cita -citakan
Menjadi bungkusan indah dari kebebasan yang kebablas
Perlahan menuju kehancuran
Dalam keadaan asing,
Mulai terasing
Indonesia dalam duka
Pertiwi merana oleh dunia yang berubah asing
Bukan gotong royong yang digotong
Tapi materialisme dalam bingkai keacuhan
Kesopanan sudah luntur tergilas budaya
Serpihan serpihan tradisionalis menepi ke tepi jurang
Bukan Indonesia yang kubaca dalam buku sejarah
Ini adalah Indonesia di dalam buku kehidupan
Maling maling ayam dibakar seperti sate
Tikus - tikus berdasi didengungkan namanya
Bahkan ketika penjara telah menjadi tempat bersemayam
Di luar penjara masih menghamba pada uang haramnya
Perempuan tertawa memamerkan kecantikan
Sisanya untuk para suami yang lelah diperkerjakan
Wanita tak tahu lagi arti malu
karena dunia mulai kehilangan harga dirinya
Pemuda dan pemudi mengobral cinta
Lewat rangkaian huruf pendek di kotak berkaca
Lewat dinding rintihan di dunia maya
Tiada lagi malu, karena memang dunia sudah kehilangan harga dirinya
Kebebasan terlindungi dengan HAM
Undang - undang menjadi pelindung para penjahat
Namun tak cukup menghilangkan lara para korban
lalu kau sebut itu Hak Asasi Manusia
Nasionalisme kau sebut kafir
Lalu menuhankan golongan kau sebut jihad
Nyawat kau sebut pengorbanan
Lalu, kau sebut dirimu sendiri?
Pertiwi terus berduka
Melihat anak bangsa yang terluka di perang saudara
Seperti inikah wujud harapan para pendiri bangsa
Yang mati untuk kemerdekaan kita?
Lalu,
Akankah untuk seks bebas Patimura mati?
Apakah untuk gaya liberalisme sehingga Diponegoro merana?
Inikah hasil perjuangan mereka?
Sungguh,
Bagaimana para pendiri negara ini menangis
Kemerdekaan yang mereka cita -citakan
Menjadi bungkusan indah dari kebebasan yang kebablas
Perlahan menuju kehancuran
Dalam keadaan asing,
Mulai terasing