Puisi Kehidupan | Seringkali kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, dalam kehidupan yang penuh warna ini,sebenarnya, apa arti hidup bagi kita? akankah hanya sekedar menikmati nasi dengan lauk pauk, menikmati cinta dengan segala ceritanya atau memang ada impian Tuhan yang disematkan kepada ke-akuanku?
Hingga ketika tulisan ini muncul di beranda ini, manusia penuh tanda tanya masih mengharapkan sebuah jawaban. Sejauh ini akalku belum mampu membaca sekalian tanda kauniah Tuhan. Hingga yang dapat kulihat hanya bias tanpa hakikat sehingga yang ada hanyalah keluh kesah tanpa mengambil hikmah.
Sahabatku, Puisi kehidupan yang terindah bukanlah serangkaian kata dengan diksi yang tertata dengan logika. Bukan pula susunan kalimat yang terjalin indah dengan keliahaian para pujangga. Di balik sebuah hakikat, puisi kehidupan adala persembahan dari sebuah pembelajaran. Tentang bagaimana melihat sisi lain dari sebuah peristiwa. Bukan dengan tata pandang yang sesaat, namun sejangka rasa dengan penuh kaidah.
Dan aku, untuk kehidupanku hanya bisa menyajikan secarik kertas yang telah tergores pena. Noda hitam mengait menyusun titah dalam beberapa jenis puisi kehidupan.
Aku dan Ruh
Lepaskan wahai jiwa yang tak bertuan
Di antara jejaring nafsu yang mencengkram
Dalam nikmat dan dosa
Mana yang kau pilih wahai Ruh?
Bukankah engkau adalah tiupan Tuhan
Di dalam sebongkah tanah yang kusam
Lalu mencipta menjadi manusia perusak
Dan lalu engkau kemana wahai Ruh?
Engkau bukan seperti hijau untuk dedaunan
Bukan panas untuk kobaran api
Bukan pula dingin untuk bekuan es
Engkau lebi dari nyawa,
Engkau adalah pembimbing diri sendiri
Aku yang menunjukan pada ke-Aku-anku
Sejenak mari kita renungkan wahai Ruh
Seberapa kotor diri kita
Sehingga lisan pun begitu hina
Mata terasa penuh dosa
Tangan terjerat banyak salah
Dan kaki terasa selalu tersesat
Lalu akankah AKu akan kubawa kedalam kenistaan?
Aku tahu kau ada didalam sana
Diantara diri dan aku
Menjagaku tetap hidup
Namun, menjadi hidup dengan tidak mati
Maka apa beda dengan binatang liar
Maka, sucikan dirimu wahai Ruh.
Sucikan aku wahai Tiupan Tuhan
Sucikan sebentuk tanah yang akan menjadi tanah
Esok,
Agar ketika bertemu Tuhanmu
Engkau bukan hina dengan siksa
Namun mulia dengan istana syurga
========================================
Tuhan, Tidak Berbohong
Aku telah berbuat baik wahai Tuhan,
Aku telah menyendiri dalam kecintaanMu
Lalu mengapa derita tak kunjung henti?
Sedang lara terus menggerogoti liang hati
Kemarin kubaca surat cintaMu
Indah mengalun dalam kekhusyu'an
Sejenak itu, aku percaya janjiMu tak meleset
Namun, hatiku ternyata rapuh
Tak seharusnya aku menangis ketika aku masih dimilikMu
Karena yakinku, ada derita yang penuh penderitaan
Lebih dari deritaku yang aku rasakan
Jika jalan bahagia masih Kau sembunyikan
Maukah Engkau menguatkan punggungku dengan ketabahan
Agar keputus asaanku sejenak samar kubaca
Jika kebahagiaanku masih Kau simpan
Ajari aku membaca tiap huruf kehidupan
Makna dibalik rangkaian musibah
Atau hakikat dibalik kesedihan
Agar aku percaya
Bahwa Tuhan, Tidak berdusta.
============================
Masih ada harapan wahai sahabat. Kita percaya bahwa dunia berputar, seperti kehidupan. Kita harus tetap berjalan mengikuti skenario Tuhan.
Tak peduli seberapa banyak air matamu menetes, seberapa sering kau mengeluh, seberapa sakit kau mengaduh. Kehidupan tak memberikan semuanya dengan gratis. Ada nilai dan pengorbanan yang harus kau bayar.
Mengeluhlah dalam puisi kehidupan. Tak perlu menghinakan diri dalam belas kasihan makhluk. Ada Tuhan yang selalu memelukmu. Peluklah Tuhanmu dalam doa dan sujudmu. Di sepertiga malam, berkencanla denganNya. Di dalam lautan dzikir, kau akan menikmati sejuknya kehidupan yang tak akan terlukis oleh puisi kehidupan sehebat apapun
============================